August 31, 2012

Iman = Sabar + Syukur

Karena bebanku tak lebih berat dari bebanmu
Maka, biarlah kini kita mereguk manisnya iman dengan cara kita sendiri
Aku yang harus lebih banyak bersyukur.
Dan kau yang senantiasa menghiasi jiwamu dengan kesabaran


Tiap kali mendengarkan curhatan teman yang sedang ditimpa suatu permasalahan, terkadang membuat saya berkata dalam hati, "Kalau saya yang berada di posisi itu, mungkin saya juga nggak akan sanggup." Tapi sebenarnya ketika sebuah masalah -seberat apapun- menimpa seseorang, Allah sudah lebih dulu mengukur diri kita. Bahwa kita pasti sanggup menghadapinya. Hanya, terkadang ketika penyikapannya kurang bijak, kita seringkali justru terpuruk oleh beratnya ujian tersebut.

Maka bersabarlah.. Begitu seharusnya ketika ujian itu datang menghampiri. Karena Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar. Dan ternyata, sabar sendiri merupakan separuh dari keimanan. Karena di sinilah keyakinan kita diukur. Apakah kita percaya dengan Yang Maha Berkehendak? Apakah kita yakin bahwa apapun urusan yang menimpa kita itu semuanya baik? Dan Allah pasti akan memberikan yang terbaik.

Hanya kata sabar itu yang bisa saya ucapkan pada teman dengan permasalahan hidupnya yang berat. Saya sendiri pada akhirnya mencoba mereguk keimanan dari separuh yang lain: bersyukur. Ya, saya bersyukur atas nikmat yang saya peroleh. Bersyukur karena permasalahan yang harus dihadapi teman saya itu tak menimpa saya juga. Karena beban yang saya miliki, boleh jadi tak lebih berat darinya.


Motivasi Berwarna untuk marsudiyanto.net

***
di balik 3 jendela,
31 Agustus 2012 pk. 23.39 wib
Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Iman itu terdiri dari dua bagian, separuhnya berupa kesabaran dan separuhnya berupa syukur.”

August 30, 2012

Sabar Itu Menguatkan



Pernah ada masa ketika saya begitu membenci kata sabar. Kondisinya saat itu lebih karena ketidakpahaman saya akan kata sabar itu sendiri. Saya tak pernah habis bertanya, mengapa orang-orang meminta saya bersabar? Sabar untuk apa? Bagaimana caranya untuk bersabar? Hingga saya jenuh setiap kali ada yang berucap, “Sabar, yaa!”

Betapa mudahnya menasehati orang untuk bersabar. Padahal ketika suatu musibah atau ujian menimpanya, belum tentu ia bisa bersabar juga. Jika saja setiap orang bisa sama persis merasakan apa yang diderita orang lain, mungkin mereka tidak akan semudah itu berucap sabar. Bukan berarti saya bisa dengan mudah berempati pada musibah yang dialami orang lain. Sayapun seringkali menggunakan kata sabar itu tanpa terlebih dulu mencoba berada di posisinya. Mungkin karena saya tak tahu harus berkata apa.

Tapi kenyataannya, tanpa saya -dan mungkin juga si pemberi nasehat- sadari, kata itu bekerja. Sabar itu menguatkan.

Jika dulu saya begitu bosan mendapat nasehat untuk bersabar, sekarang saya justru menerimanya dengan baik. Bahwa nasehat itu adalah pengingat. Bahwa nasehat itu adalah juga doa. Bohong kalau saya tak merasa sedih saat ayah meninggal dunia. Saya yang tampak tegar di mata teman-teman karena tak menunjukkan ekspresi kesedihan bahkan menangis boleh jadi berlaku seperti itu karena doa dari teman-teman juga. Agar saya bersabar, tegar, dan tetap semangat.

Ayah saat buka puasa keluarga di Ramadhan terakhirnya

Malam pertama tanpa ayah.

Selepas saya shalat isya, adik yang duduk di samping saya sambil membaca Quran tiba-tiba menghentikan aktivitasnya. “Ini bagus, deh,” katanya. Kemudian adik saya membacakan satu terjemahan ayat yang berbunyi:
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.” - QS Hud: 115

Ini tentu bukan satu-satunya ayat tentang sabar yang tertuang dalam al Quran. Ada ratusan ayat lain yang menunjukkan bahwa jauh sebelum keluarga, kerabat, dan teman-teman meminta saya untuk bersabar, Allah telah lebih dulu menyampaikan lewat kalam cinta-Nya. Ah, yaa. Bersabarlah. Yang saya butuhkan sepertinya memang bersabar atas kehilangan ini.

Seseorang pernah bilang kalau kita sebenarnya tak pernah kehilangan apapun. Bukankah segala yang ada di dunia ini hanya titipan? Termasuk keluarga kita, bahkan diri kita. Mungkin memang lebih tepat menganggap kematian yang menjemput orang-orang yang kita cintai sebagai ujian. Yang kemudian membuat kita belajar untuk bersabar.

Begitupun dengan saya, Kawan. Sayapun harus bersabar. Tanpa batas.


***
di balik 3 jendela,
30 Agustus 2012 pk. 10.12 wib
Kemudian terkenang suatu malam saat ayahpun berkata, “Yang sabar Ai, yaa?!”

August 15, 2012

Move on! Karena Ngeblog Bisa di Mana Saja!

Dibilang kaget sih nggak juga. Berita seputar akan dihilangkannya fitur blog dari situs Multiply sudah saya dengar sejak beberapa bulan yang lalu. Meski beberapa bilang isu itu bersifat HOAX, tapi toh banyak MP’ers (panggilan untuk teman-teman di Multiply) yang berbondong-bondong mencari hunian baru, ke Xanga, misalnya.

Saya sendiri masih bertahan, mungkin masih berharap semua itu takkan terjadi. Duh, nggak kebayang deh kalau harus meninggalkan Multiply yang amat bersejarah buat saya. Eh, tapi sebenarnya udah dibayangin juga sih. Hehe.. Karena kemudian saya mulai nyicil back up beberapa tulisan dengan kategori tertentu. Lalu mulai membuka akun di beberapa situs seperti Tumblr dan Blogspot.

Isu itu mereda. Sampai kemudian Kampung Multiply kembali dibuat geger lagi. Dan kali ini, keputusan bahwa mulai 1 Desember nanti Multiply akan memfokuskan diri pada kegiatan e-commerce -yang artinya akan menghapus fitur jejaring sosial termasuk blog- sudah bulat. “It’s not a joke,” kata Pez, salah satu pemilik saham Multiply. Pengumuman resminya sendiri disampaikan oleh Stefan Magdalinski, Si Robot yang kini menjabat sebagai CEO Multiply.
Surat dari Si Robot
Yang paling saya sedihkan sebenarnya bukan karena harus pindah “rumah”. Entah kenapa saat keputusan final ini mengemuka, saya kok yaa nggak terlalu berat jika memang harus terusir dari rumah gratisan ini. Entah karena ingin fokus pada kegiatan blogging, atau mulai bĂȘte dengan banyaknya iklan di Multiply. Apalagi sebelumnya memang udah lirik-lirik rumah lain. Hoho..

Saya sedih karena bingung. #loh

Kalau Maia Estianty bilang dia udah 8 tahun pakai Dove, saya juga mau kasih tau: saya udah 6 tahun loh di Multiply! Wews, lama juga kan? Ibarat manusia, mungkin blog saya ini udah siap masuk SD. Dan yang tersimpan di sana tentu nggak bisa dibilang sedikit. Ini rangkumannya:
Yang terkumpul selama 6 tahun ngeMPi
Bayangkan betapa pusingnya saya jika harus pindahan dan mengangkut satu persatu perabotan yang udah seabrek-abrek itu. Dan tentu saya bukan satu-satunya yang dibuat heboh soal back up data ini. Ada yang umur blognya sudah 8 tahun. Bahkan di dalamnya banyak terisi album foto serta jurnal dengan komentar pembaca yang sayang jika diabaikan.

Oke, soal back up data bisa teratasi. Saya sendiri sudah mengunduh seluruh file di MP menggunakan software dari HTTrack. Saya juga mengikuti saran teman-teman untuk memindahkan semua jurnal lengkap dengan komentarnya ke Wordpress melalui tools yang dibuat salah satu MP’ers, Mas Febi, di sini. Tapi bagaimana dengan pertemanan yang sudah dijalin selama bertahun-tahun ini?

MP memang unik. Paduan antara situs blogging dan social networking-nya bagi saya belum tertandingi oleh yang lain. Kalau Facebook, lebih cenderung ke social networking sedangkan Wordpress/Blogspot lebih ke blogging. Yah, mungkin tergantung tingkat kesetiaan juga. Hehe.. Meski saya selingkuh di semua situs yang tadi disebutkan, tapi MP selalu menjadi prioritas utama saya ketika berselancar.

Dari MP saya mendapatkan banyak hal. MP-lah yang membangkitkan passion menulis saya. MP menjadi saksi bisu proses menulis saya, dari yang dulunya “acakadut” hingga, yah, bolehlah dibilang better than before. MP juga menjadi tempat saya menimba ilmu di dunia maya ini. Membuat saya tahu banyak karakter orang, masalah, dan bagaimana cara untuk menyelesaikannya. Membuat saya mengenal arti persaudaraan, pertemanan, dan ….cinta? #uhuk!

Yaa, saya benar-benar jatuh cinta pada MP! Dan pada akhirnya ini jadi semacam candu! Maka, jika memang takdir cinta saya pada MP harus berakhir di 1 Desember nanti, seperti halnya Romeo yang mati demi Juliet, maka saya berharap MP-pun akan mati setelah ini. Hahaha.. *Apakah ini doa? Hmm.. aamiin-kan jika begitu :P

Saya harus move on, Kawan!

Meski harus tercerai berai dengan teman-teman MP’ers -dengan pilihan rumah barunya masing-masing-, saya harus terus ngeblog, menuliskan apa yang ingin saya tulis. Bukankah ngeblog bisa di mana saja? Sejujurnya, ini yang berat. Saya mungkin masih mencari kenyamanan di rumah yang baru ini agar bisa menulis semengalir ketika di MP. Tapi, tetap semangat! W(r)iting tresno jalaran soko kulino ^^

Yeah. This is me. Another akuai.

Tulisan-tulisan lama di MP biarlah disimpan di Wordpress. Di sini, semuanya dimulai dari nol lagi. Dan jurnal ini menjadi semacam kata pengantar sebelum saya berbagi cerita lainnya suatu saat nanti. Terima kasih atas kunjungannya yaa!

***
di balik 3 jendela,
15 Agustus pk. 04.30 wib
bye bye MP!