Kalau dulu -saat kepergian ibu- seorang kawan mengatakan bahwa saya menderita mania disorder, kini -saat ayah tiada-, adik saya bilang kalau saya introyeksi.
Suatu malam, saya berpapasan dengan adik yang sedang menyusuri jalan, hendak menyeberang ke arah gang rumah kami. Dia baru pulang kuliah sedangkan saya baru selesai mengajar. Saya yang saat itu mengendarai motor langsung berhenti sejenak menyapanya.
"Kok lo nggak muter di IISIP?" tanyanya kemudian. Biasanya saya memang mengambil arah putar balik, lalu bersama motor-motor "nakal" lainnya, saya akan melawan arus menuju gang rumah yang jaraknya kurang dari 100 m dari arah putar balik tersebut. Ini bisa dibilang langkah penghematan waktu dan bensin. Pasalnya, saya baru akan menemukan arah putar balik 1 Km lagi.
"Gue ingat pesan ayah. Kata ayah, lebih baik muter di Gardu aja," jawab saya. Sebenarnya setelah ayah memberikan pesan itu, saya tak melulu melaksanakannya. Tapi beberapa hari setelah ayah meninggal, saya terdampar pada sebuah tulisan di blog yang merangkum pesan ayah tersebut. Saya akhirnya diingatkan kembali lewat tulisan yang saya buat beberapa waktu yang lalu itu.
"Ayah juga kasih pesan itu ke gue, tapi gue tetap muter di IISIP," ujar adik.
"Iya sih. Tapi entah kenapa gue tetep pengen ngejalanin pesan ayah itu."
"Itu namanya introyeksi."
"Introyeksi itu apa?"
"Karena lo sebenernya merasa kehilangan ayah, makanya menjadikan pesan itu sebagai upaya lo melepas rasa kangen ke ayah."
Saya terperangah. Begitukah?
Kalau dulu mahasiswa yang kuliah di Jurusan Biologi dianggap kurang kerjaan karena sering mengamati hewan atau tumbuhan, saya jadi berpikir hal yang sama dengan para psikolog atau konselor. Mereka seolah kurang kerjaan: meneliti tingkah laku seseorang, menghubungkannya dengan teori-teori yang ada dan katanya ilmiah.
Saya heran saja. Kok bisa adik saya menyimpulkan bahwa saya lebih tepat dibilang kangen ayah dibanding saya sedang berupaya menjalankan pesan-pesan almarhum yang dirasa baik dan patut untuk dijalankan? Tapi akhirnya saya tergerak untuk mencari tahu lebih banyak tentang introyeksi.
Introyeksi adalah sebuah mekanisme pertahanan ego. Introyeksi akan membuat seseorang mengambil alih dan “menelan” nilai-nilai standar orang lain. Sebagai contoh, seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orangtuanya menanggulangi stress, dan dengan demikian mengabadikan siklus penganiayaan anak.
Introyeksi tentu juga dapat bersifat positif. Introyeksi terjadi dalam kondisi tertentu sesudah terbentuknya kerja sama antara dua orang atau lebih berdasarkan simpati. Dalam hal ini, interaksi yang terjalin bisa antara anak dan orangtua. Sang anak akan meniru nilai-nilai orangtuanya. Lalu, ketika hubungan itu terputus karena meninggal atau jarak yang memisahkan, nilai itu dapat tetap lestari.
sumber: di sini dan di sini
Yayaya. Membaca artikel-artikel tentang introyeksi membuat saya berpikir ulang. Mungkin saya memang introyeksi ^^a
Sumber gambar dari sini |
Lantas, kalau tadi malam saya memilih untuk kembali mengambil arah putar balik yang menuntut saya melawan arus kendaraan, apakah artinya saya tak lagi mengalami introyeksi? Atau jangan-jangan ini sebentuk denial agar saya tidak dibilang introyeksi? Hehe.
Sederhananya, saya hanya ingin cepat sampai rumah karena awan mendung sudah membawa pertanda akan turunnya hujan malam ini, kok. ^^.
***
di balik 3 jendela,
23 September 2012 pk. 23.48 wib
dan satu bulan pun berlalu...
Aii ... inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Ayah sudah meninggal? Saya tdk tahu, kapan?
ReplyDeleteTurut berduka ya .. saya pikir masih ada. Kan pernah baca tulisan Ai ttg ayah yang suka memberi vaksin pada hewan ...
sebulan yang lalu, mba. iya yah.. Mba mugniar kan sempat kenalan dengan ayah lewat ceritaku yang di grup itu. mohon maaf kalo ayah ada salah yaa ^^
DeleteSaya baru tahu istilah itu... :)
ReplyDeletesaya juga baru tau dari adik. ternyata ada banyak bentuk mekanisme pertahanan ego: proyeksi, represi, denial, dll.
Deletebtw, makasih udah mampir yaa :)
introyeksi atau bukan, yang pasti mending pakai jalur yang aman saat mengendarai sepeda motor :)
ReplyDeletehihi.. iya, mba sin. pesan ayah juga gitu: lebih aman, meski harus nambah waktu. tapi emang kadang suka tergoda pengen pulang cepet. plus kalo malam itu banyak temennya #eh :P
Deletesiip. dapet kosakata baru :-)
ReplyDeletekalo kamu nanti ngobrol2 sama adikku, mungkin bisa bakal dapet kosakata tambahan lagi :D
Deletembak Ai.. aku juga bikin di blogspot. masih pindah2
ReplyDeletedestiiii.. pindah2 gimana maksudnya? belum pasti di blogspot juga kah? keep writing lah yang penting yaa :)
Delete