Pernah ada masa ketika saya begitu membenci kata sabar. Kondisinya
saat itu lebih karena ketidakpahaman saya akan kata sabar itu sendiri. Saya tak
pernah habis bertanya, mengapa orang-orang meminta saya bersabar? Sabar untuk
apa? Bagaimana caranya untuk bersabar? Hingga saya jenuh setiap kali ada yang
berucap, “Sabar, yaa!”
Betapa mudahnya menasehati orang untuk bersabar. Padahal ketika
suatu musibah atau ujian menimpanya, belum tentu ia bisa bersabar juga. Jika saja
setiap orang bisa sama persis merasakan apa yang diderita orang lain, mungkin
mereka tidak akan semudah itu berucap sabar. Bukan berarti saya bisa dengan
mudah berempati pada musibah yang dialami orang lain. Sayapun seringkali
menggunakan kata sabar itu tanpa terlebih dulu mencoba berada di posisinya. Mungkin
karena saya tak tahu harus berkata apa.
Tapi kenyataannya, tanpa saya -dan mungkin juga si pemberi
nasehat- sadari, kata itu bekerja. Sabar itu menguatkan.
Jika dulu saya begitu bosan mendapat nasehat untuk bersabar,
sekarang saya justru menerimanya dengan baik. Bahwa nasehat itu adalah
pengingat. Bahwa nasehat itu adalah juga doa. Bohong kalau saya tak merasa sedih
saat ayah meninggal dunia. Saya yang tampak tegar di mata teman-teman karena
tak menunjukkan ekspresi kesedihan bahkan menangis boleh jadi berlaku seperti
itu karena doa dari teman-teman juga. Agar saya bersabar, tegar, dan tetap
semangat.
Malam pertama tanpa ayah.
Selepas saya shalat isya, adik yang duduk di samping saya sambil membaca Quran tiba-tiba menghentikan aktivitasnya. “Ini bagus, deh,” katanya. Kemudian adik saya membacakan satu terjemahan ayat yang berbunyi:
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.” - QS Hud: 115
Ini tentu bukan satu-satunya ayat tentang sabar yang tertuang dalam al Quran. Ada ratusan ayat lain yang menunjukkan bahwa jauh sebelum keluarga, kerabat, dan teman-teman meminta saya untuk bersabar, Allah telah lebih dulu menyampaikan lewat kalam cinta-Nya. Ah, yaa. Bersabarlah. Yang saya butuhkan sepertinya memang bersabar atas kehilangan ini.
Seseorang pernah bilang kalau kita sebenarnya tak pernah
kehilangan apapun. Bukankah segala yang ada di dunia ini hanya titipan? Termasuk
keluarga kita, bahkan diri kita. Mungkin memang lebih tepat menganggap kematian
yang menjemput orang-orang yang kita cintai sebagai ujian. Yang kemudian membuat
kita belajar untuk bersabar.
Begitupun dengan saya, Kawan. Sayapun harus bersabar. Tanpa batas.
***
di balik 3 jendela,
30 Agustus 2012 pk. 10.12 wib
Kemudian terkenang suatu malam saat ayahpun berkata, “Yang
sabar Ai, yaa?!”
saya paham rasa itu. seolah enek ketika seseorang tahu masalah hidup kita kemudian berkata sabar ... yap, padahal belum tentu ybs akan sanggup menghadapi ketika diuji hal yang sama. tapi yah begitulah hidup, unik bagi masing-masing orang.
ReplyDeleteyang kuat ya, mba ai ... *hug*
makasih, mba ris.. *peluk balik*
Deleteyaa untungnya perasaan eneg itu udah hilang sekarang :D karena ternyata di balik kata sabar yang terus menerus diucapkan itu akhirnya malah beneran bikin kita makin sabar..
:)
Deletesemoga segala sesuatu kebaikan yang dilakukan oleh ka ai menjadi amal jariyah bagi almarhum, aamiin
aamiin.. makasih put..
Deletebtw, teteup yah, di BS pun saya berasa jadi senior nih :D
hu um
ReplyDelete*lalu aku bingung mau ngomen apa*
aduh, kenapa kamu bingung, neng? sini sini berpegangan tangan denganku #hahay
Delete*mengangguk di tiap paragraf*
ReplyDelete--> kemudian ikut bingung mau komen apa -_-"
aku udah senang kamu bisa berkunjung, rif :)
Deleteaku tidak mampu komen...peluk saja untukmu Ai...
ReplyDeletesungguh...masih tercetak kuat dalam ingatan saya,meski saya lupa kapan itu waktunya*pas Gibran tiada atau besoknya....saya benar benar lupa...
yang saya ingat dengan kuat,waktu itu semua serba mengabur,saya dapati Ai masuk kamar&mengucapkan bela sungkawa dengan senyumnya yang khas*senyum yg sama spt ketika menganggap komikal sepiring spagetty di Kemiri...
saya jg tidak tahu atau lupa Ai pamit...
cuma yang saya tangkap Ai hadir disaat saya lara...
Ai...maaf ya saya tidak dapat hadir disaat laramu ini
saya hanya dapat berdoa terbaik buatmu&alm Ayah...
mba eniiiii.... hwaa.. speechless deh aku. emm, bagaimana yaa? aku gak mau bikin momen komikal untuk kesekian kalinya sih. tapi sejujurnya aku waktu itu gak jadi ke rumahmu, mba. karena saat itupun gak bisa keluar rumah, harus jaga ayah. jadi, siapakah orang yang mirip denganku itu? ^^v
Deletepeluk erat mba eni, lintang, dan pijar. sayang aku belum sempat bertemu dek Gibran. tapi semoga kelak kita bisa bertetangga di surga-Nya. aamiin..
Ayahnya kelihatan sehat, segar bugas begitu, kok tiba-tiba bisa waafat, kenapa Ai ? Belaiu sakit apa ?
ReplyDeleteawalnya ginjal, om. belakangan udah komplikasi. terakhir jantungnya udah payah. Beliau emang gitu. Kalo di hadapan orang banyak suka nggak mau menunjukkan kalo dia sakit ^^
Deletesari... maaf ya aku nggak ke rumahmu waktu ayahmu meninggal..aku ikut berduka cita.
ReplyDeletesejujurnya, aku selalu teringat ayahku setiap kali datang ke rumah orang yang meninggal ayahnya. mungkin karena aku merasa aku adalah anak kesayangan ayah.
bertahun-tahun aku belajar untuk mengerti apa itu sabar dan akhirnya aku tahu.. (ini sekaligus penjelasan ayat yang adikmu baca itu, versi tafsiranku): bahwa bersabar itu tidak akan bisa kita pahami jika tidak diiringi dengan rasa bersyukur. Semakin banyak cobaan yang datang, kita dituntut untuk semakin bersabar.. dan itu baru bisa terjadi jika kita wujudkan denga banyak-banyak bersyukur.. kehilangan satu, kita harus berbuat lebih baik lagi dua.. kehilangan dua, kita harus berbuat lebih baik lagi tiga... dan seterusnya.. lalu memanjatkan rasa syukur, bahwa ternyata, di balik semua yang terenggut dari samping kita, ternyata kita masih punya banyak sekali... terlalu banyak nikmat dari Allah.. dan itu terus menerus diberikannya... jadi tidak seimbang dengan yang Allah ambil kembali.
Itu bersabar yang aku pahami.. dan perlahan.. akhirnya melahirkan sifat ikhlas.
maaf ya ai. KOmenku panjang.
mbaadeee.. makasih banyak loh untuk komennya. menambah sabar dan ikhlas, insyaAllah :)
DeleteHAH!aku serius kamu gak datang???Demi Allah aku lihat&Ai pelukkkk di kamar
ReplyDeleteseriusan, mba.. maaf kalo jadi heboh gegara ini yaa. tapi setulus hati aku emang pengen banget dateng, hanya ternyata gak kesampaian..
DeleteAi... makasih sudah sharing yaa. iya, sabar memang perlu perjuangan. dan sabar tak boleh bertepi, karena ganjarannya sangat indah... semoga kita dimasukkan dalam barisan orang-orang yang bersabar dan bersyukur, aamiin... *peluk*
ReplyDeleteaamiin... peluk mba ary balik. makasih yaa mba :*
DeleteSenang bisa melihat senyum ayahnya Kak Ai di sini :)
ReplyDeletedan tersadar, sepertinya ini kali pertama foto ayahku tampil dalam tulisanku, yaa Rif. :D
ReplyDeleteAiiiiiiiiiiiiii
ReplyDeleteiyaaaa, mba :)
Delete