Memasuki tahun kelima sebagai seorang mahasiswa, saya dan beberapa orang teman yang belum lulus mencoba berjuang agar kuliah kami selesai di semester kesepuluh. Meskipun lokasi penelitian kami berbeda-beda, tapi kami saling memotivasi agar bisa lulus bersama.
Sayangnya, kenyataan seringkali tak seindah rencana. Cuaca yang tak menentu membuat waktu pengambilan data penelitian saya harus diperpanjang. Saya hanya memiliki waktu sepekan untuk mengolah data dan menuliskan pembahasannya. Sungguh waktu yang teramat sempit. Saya pun tak yakin dapat menyelesaikannya.
Meskipun telah mendaftarkan diri untuk melaksanakan seminar hasil penelitian di semester itu, tapi hingga H-7 saya belum dapat menyerahkan draft skripsi saya ke dosen penguji dan koordinator seminar. Itu artinya, saya tak dapat lulus di semester itu. Tak dapat mengenakan toga bersama teman-teman seperjuangan saya.
Ayah sangat kecewa mendengar kabar bahwa saya harus menambah satu semester lagi. Teman-teman pun menyayangkan keadaan yang saya alami. Dan saya tak kalah sedihnya. Tapi saya mencoba menemukan sebanyak-banyaknya hikmah dari ujian yang Allah berikan pada saya tersebut.
Sejujurnya, saya sangat iri pada teman-teman seperjuangan yang bisa lulus di semester itu. Tapi sebagai teman, saya tak dapat menunjukkannya kepada mereka. Saya mencoba menghadapi kenyataan ini. Tak ingin terpuruk oleh keadaan. Maka, saya pun masih menampakkan diri di jurusan. Tetap menghadiri seminar teman-teman meski dengan langkah yang berat.
Sayangnya, kenyataan seringkali tak seindah rencana. Cuaca yang tak menentu membuat waktu pengambilan data penelitian saya harus diperpanjang. Saya hanya memiliki waktu sepekan untuk mengolah data dan menuliskan pembahasannya. Sungguh waktu yang teramat sempit. Saya pun tak yakin dapat menyelesaikannya.
Meskipun telah mendaftarkan diri untuk melaksanakan seminar hasil penelitian di semester itu, tapi hingga H-7 saya belum dapat menyerahkan draft skripsi saya ke dosen penguji dan koordinator seminar. Itu artinya, saya tak dapat lulus di semester itu. Tak dapat mengenakan toga bersama teman-teman seperjuangan saya.
Ayah sangat kecewa mendengar kabar bahwa saya harus menambah satu semester lagi. Teman-teman pun menyayangkan keadaan yang saya alami. Dan saya tak kalah sedihnya. Tapi saya mencoba menemukan sebanyak-banyaknya hikmah dari ujian yang Allah berikan pada saya tersebut.
Sejujurnya, saya sangat iri pada teman-teman seperjuangan yang bisa lulus di semester itu. Tapi sebagai teman, saya tak dapat menunjukkannya kepada mereka. Saya mencoba menghadapi kenyataan ini. Tak ingin terpuruk oleh keadaan. Maka, saya pun masih menampakkan diri di jurusan. Tetap menghadiri seminar teman-teman meski dengan langkah yang berat.
Saat itu saya hanya ingin menunjukkan pada mereka bahwa saya baik-baik saja. Meski nyatanya saya tak kuat hati menghadiri sidang kelulusan mereka. Tadinya saya pun tak ingin menghadiri wisuda mereka. Saya khawatir tak dapat larut dalam kebahagiaan para wisudawan tersebut. Namun pada akhirnya saya datang juga dan mempersembahkan senyum terbaik yang saya punya. Senyum yang sebenarnya sangat dipaksakan.
mencoba tersenyum bersama para sahabat yang diwisuda |
Tiga bulan semenjak memutuskan untuk menunda kelulusan itu, saya tak jua melanjutkan skripsi saya. Masih tersimpan penyesalan dalam diri. Seharusnya saya bisa lulus bersama teman-teman saya tersebut. Kelulusan teman-teman saya pun masih menjadi bayang-bayang yang senantiasa mengikuti.
Saya ingin sekali segera mengangkat beban skripsi itu dari pundak saya, seperti mereka. Tapi entah mengapa hal itu berkebalikan dengan apa yang saya lakukan. Saya justru tak jua melanjutkan untuk menulis skripsi saya tersebut. Membiarkan kegelisahan karena belum lulus itu bersemayam dalam diri. Berlarut-larut.
Saya ingin sekali segera mengangkat beban skripsi itu dari pundak saya, seperti mereka. Tapi entah mengapa hal itu berkebalikan dengan apa yang saya lakukan. Saya justru tak jua melanjutkan untuk menulis skripsi saya tersebut. Membiarkan kegelisahan karena belum lulus itu bersemayam dalam diri. Berlarut-larut.
And then a hero comes alongWith the strength to carry onAnd you cast your fears asideAnd you know you can surviveSo when you feel like hope is goneLook inside you and be strongAnd then you’ll finally see the truthThat a hero lies in you
Sayapun teringat ayah yang meski kecewa namun tetap memberikan motivasi untuk saya. "Jangan ngecewain Ayah, Ai! Yang semangat!" pesan ayah. Ayah bukan hanya sekali dua kali menasehati saya. Ayah bilang bahwa saya sebenarnya mampu menyelesaikan skripsi ini. Ayah meyakinkan bahwa saya bisa. Saya yang awalnya bebal dengan segala petuah yang diberikan -bukan hanya dari ayah, tetapi juga dari orang-orang terdekat yang begitu perhatian- sedikit demi sedikit bangkit dari skripsi yang membelenggu mimpi saya selanjutnya ini.
Saya akhirnya sadar. Ini tentang saya. Dan bukankah apa yang saya lakukanpun pada akhirnya untuk saya juga? Sesungguhnya kegelisahan itu hanya menghambat kinerja saya. Ketakutan bahwa saya kembali tak mampu menyelesaikan skripsi tepat waktu ternyata hanya membuat saya sulit sekali move on. Seandainya waktu yang saya habiskan untuk menyesali diri sendiri dan iri hati pada teman-teman saya tersebut saya gunakan untuk menyelesaikan skripsi, pastilah saya sudah dapat melaksanakan seminar di awal semester.
Dari pengalaman itu saya belajar bahwa saya memang harus fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Menyalakan lilin lebih baik daripada terus mengutuk kegelapan. From Zero to Hero. Saya mungkin memang harus menata kembali semangat saya mulai dari nol. Saya juga harus melawan ketakutan dan kegelisahan dalam diri. Tapi semua terbayar ketika kelulusan itu akhirnya bisa saya raih. Ini bukan hanya tentang bagaimana saya membahagiakan ayah, keluarga, dan orang-orang tersayang, tetapi juga sebagai pembuktian bagi diri saya sendiri bahwa saya BISA bangkit dari keterpurukan skripsi.
Saya akhirnya sadar. Ini tentang saya. Dan bukankah apa yang saya lakukanpun pada akhirnya untuk saya juga? Sesungguhnya kegelisahan itu hanya menghambat kinerja saya. Ketakutan bahwa saya kembali tak mampu menyelesaikan skripsi tepat waktu ternyata hanya membuat saya sulit sekali move on. Seandainya waktu yang saya habiskan untuk menyesali diri sendiri dan iri hati pada teman-teman saya tersebut saya gunakan untuk menyelesaikan skripsi, pastilah saya sudah dapat melaksanakan seminar di awal semester.
Dari pengalaman itu saya belajar bahwa saya memang harus fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Menyalakan lilin lebih baik daripada terus mengutuk kegelapan. From Zero to Hero. Saya mungkin memang harus menata kembali semangat saya mulai dari nol. Saya juga harus melawan ketakutan dan kegelisahan dalam diri. Tapi semua terbayar ketika kelulusan itu akhirnya bisa saya raih. Ini bukan hanya tentang bagaimana saya membahagiakan ayah, keluarga, dan orang-orang tersayang, tetapi juga sebagai pembuktian bagi diri saya sendiri bahwa saya BISA bangkit dari keterpurukan skripsi.
tersenyum bersama dekan sekaligus pembimbing skripsi saya |
wah mb ai ikutan GA to...
ReplyDeletesemoga berhasil mbak, ini juga memorable banget buatku :D
jangan terlalu melihat ke atas kalau masih ada bumi dipijak. Teman-temanku banyak yg melampaui batas maksimal waktu kuliah (bukan skripsi lho). Yg sebenarnya harus DO seandainya ga ngadep PD fakultas. Alhamdulillah salah satu sohibku juga bisa wisuda akhir tahun ini *malah curcol XD
iya, ver. aku juga bikin GA sambil curcol inih XD
Deletekalo di UI jatah kuliah cuma 6 tahun. kalo bisa ngurus cuti bisa dapet tambahan setahun. beberapa teman ada yang nyerah di akhir tahun kuliahnya. sayang sih, but it's their choice. :)
hadeh, ga bisa dilobi sama dekannya mbak?
Deletesayang amaaat, udah tahap akhir masa berhenti *apa kata ortuku kalo kejadiannya menimpakuh T__T
seperti yang kubilang, ini adalah pilihan. dan temanku itu lebih memilih mudur. iya, kita juga menyayangkan, tapi mau dibantu juga kalo anaknya udah gak mau yaa susah.
Deletetapi ada loh temenku di jurusan lain, salut banget deh aku sama dia. jatah "hidup"nya tinggal satu semester lagi. dosen2 udah gak ada yang percaya dia lulus, beberapa temannya juga. tapi dia yakin bisa, dan ternyata dia membungkam semua yang mengejek dia dengan kelulusannya. uooo,, inspiratif lah pokoknya..
Alhamdulillah ... motto SEMANGKA cocok buat Ai ...
ReplyDeleteSEMANGKA !!!
Eits, dah ada pengumuman Siiqebo tuh. Ai menang selamat yaah :D
hehe.. begitulah, mba. semangka itu emang filosofi diri, jadi waktu terpuruk itu juga sebenernya agak2 malu banget sama si semangka ini ^^
Deletemakasih infonya yaa mba. asik asik, alhamdulillah ^^
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBukhan di-delete, cuma diedit :p
DeleteAih, gak juga lah, neng pita. ini kan sejalan dengan usaha aja. kemarin2 tuh aku emang lagi males ikut lomba/giveaway dll. ikutan juga dong biar seruuu... :D
Deleteheyaaa.. aku ngerjain skripsi selama 2 semester alias setahun loh, mba pita. dan itu sebenernya lamaaa banget. kebanyakan ditunda2nya. kebiasan deadliners juga kali yaa? :D
iya, sepakat. tiap mahasiswa punya juiannya masing2. tapi dia juga harus yakin kalo dia juga adalah hero buat dirinya sendiri. eaaa...
Hoo.. bagi anak Bio, skripsi 2 semester itu termasuk lamaaa ya?
DeleteHm... klo prodi adm negara kekhususan pembangunan umumnya 2-3 semester pengerjaan skripsinya. Tp ada jg sih yg cuma semester, tergantung 'berat/ringannya' objek kali ya, hehe. Klo yg kekhususan SDM 1-2 semester ajha. Makanya prodi Adneg kebanyakan yg lulus belakangan tuh dari kekhususan pembangunan *haha....
Wah, klo Ai ikutan GA ini, aku ga ikutan ah! Bisa jadi Ai menang lagi :D
ReplyDeleteKeknya sekarang lagi masa jayanya Ai di GA/quiz/lomba *inget2 mule GA-nya Bunda Leyla, resensi Ping! & Siiqebo :p
Btw skripsiqoe doeloe jg sempat 'macet'. Lebih lama dari kamoe, 6 bulan bow! Hebhat khan?*kok malah bangga <(•ˆ ▽ ˆ•)
Klo kamoe gegara cuaca, slh 2 penghambat skripsiqu tuh proyek pemerintah and pejabat yg lg diklat. Maklum, jurusan adm negara kekhususan pembangunan, objek skripsinya klo ga kebijakan yaa program/proyek pemerintah. Dan bodohnya akoe malah milih proyek yg ribet *sok-sokan uji mental kek fear factor, taunya malah menyulitkan diri sendiri, heheu....
Begitulah, Nenk Ai. Etapi bukannya tiap mahasiswa/wi punya kesulitan masing2 ya dlm pengerjaan skripsweet? (^▽^)>
jiah,, aku udah reply di komen sebelumnya tuh :D
DeleteTrimakasih partisipasinya.
ReplyDeleteTercatat sebagai peserta Lovely Little Garden's First Give Away.
terima kasih kembali, mba niken :)
DeleteJadi ingat waktu 2,5 tahun saya macet dalam menyusun skripsi, dan pada akhirnya selesai hanya dalam 3 pekan. langsung ujian, revisi, lulus ga pake wisuda, trus dapat kerja di jakarta (awalnya dah kerja di jogja).
ReplyDeleteRasa manis itu memang butuh perjuangan untuk meraihnya :)
ohoho.. 3 pekan, yaa mbah? kalo di jurusan saya mah gak bisa secepat itu. minimal satu semester. :p
ReplyDeletebetul. terasa amat manis setelah melaluinya.
3 pekan itu untuk menyelesaikan skrisi. soalnya dah dapat 3 bab awal, tinggal nglanjutin.
DeleteMengenang masa-masa skripsi dulu ^^
ReplyDeleteWalopun galaunya udah tingkat internasional, tetep maksain bergerak.. dan akhirnya, bisa dilalui juga :)
haha.. iya, karena seperti kata temanku, skripsi yang sempurna itu adalah skripi yang diselesaikan :D
Deletewah pengalaman skripsi emang bikin galau yak...kalo aku mulai awal garap skripsi sebelum hamil...dan finishing skripsi pas lagi menyusui...wkwk...perjuangan bgt garap revisi sambil nyusuin jundi...hehe
ReplyDelete